Keutamaan Membela Kehormatan Saudara

Keutamaan Membela Kehormatan Saudara

Orang beriman dengan saudara seimannya ibarat seperti satu tubuh. Saat ada anggota tubuh merasakan sakit, yang lainpun ikut merasakan. Nabi shallallahu’alaihi was sallam yang menggambarkan perumpaan indah ini,
مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد ؛ اذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى
Perumpamaan seorang mukmin dalam berkasihsayang di antara mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu bagian tubuh merasa sakit, maka semua anggota tubuh lainnya akan ikut merasakannya, sampai tak dapat tidur dan demam.” (Muttafaq‘alaih, hadits Nukman bin Bisyar)

Demikianlah empati orang beriman, saat saudaranya merasa sakit, ia pun merasakan sakit. Saat kehormatan saudaranya direndahkan, ia pun merasa direndahkan. Diantara bentuknya, saat saudaranya menjadi bahan ghibah, dia tidak rela, ia berusaha untuk menghentikan ghibah dan membela kehormatan saudaranya.

Nabi kita yang mulia, memotivasi kita untuk bersikap seperti ini. Beliau shallallahu’alaihi was sallam menasehatkan,
Dari Abu Ad-Darda’ radhiallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda,
مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ بِالْغَيْبِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang membela kehormatan saudaranya ketika sedang tidak bersamanya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari siksa api neraka di hari kiamat kelak.”(HR. Tirmidzi no. 1931)

Hadits ini berisi tentang keutamaan membela saudara yang direndahkan dan dia tidak berada di tempat tersebut. Membela saudara keutamaannya akan semakin besar jika kita membelanya tidak di hadapannya, karena ini menandakan bahwa kita ikhlas di dalam membelanya, tidak untuk mengharapkan pujian darinya.

Sedangkan kebiasaan masyarakat menunjukkan orang-orang yang sedang menghadiri majelis ghibah kemudian membicarakan saudaranya, maka semuanya akan ikut tersenyum dan membicarakannya tanpa ada yang berusaha untuk membelanya. Maka dalam hadits ini, Nabi menjelaskan hal yang mesti dilakukan oleh seorang muslim. Yaitu tatkala dia mendengar saudaranya dighibahi, dia berusaha untuk membelanya. Walaupun apa yang mereka bicarakan terkait saudaranya tersebut benar adanya. Jangan lantas dia ikut nimbrung membenarkan apa yang mereka bincangkan.

Sesuatu yang sangat disayangkan, kebanyakan manusia sangat suka yang namanya ghibah. Kalau bukan dia yang memulai majelis ghibah tersebut, minimal dia akan ikut nimbrung. Itulah mengapa acara-acara ghibah menjadi acara yang sangat laris diikuti oleh para pemirsa televisi. Karena yang namanya ghibah itu mengandung kelezatan. Berapa jam pun majelis ghibah tersebut, mereka tetap akan menikmatinya.

Maka seorang muslim berusaha untuk membela saudaranya. Barang siapa yang melakukannya maka Allah ﷻ akan membalasnya dengan menjauhkannya dari api neraka. Sebagaimana kaidah al-jaza min jinsil amal, balasan itu sesuai amal perbuatan, sebagaimana kita membela kehormatan saudara kita maka Allah ﷻ juga akan membela kita di hari di mana kita benar-benar membutuhkan pembelaan.
Adapun menjadi pendengar setia, acuh dan tidak ada empati membela martabat saudara seimannya, adalah sikap yang tercela. Bahkan hukumnya haram. Meskipun dia hanya sebagai pendengar ghibah, terlebih pelaku ghibah.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ
Bila mereka mendengar perkataan yang laghwu, mereka berpaling daripadanya. (QS. Al-Qasas:55)
Saat menjelaskan sifat-sifat orang beriman dalam surat al-mukminun, Allah ta’ala menyebutkan sifat kedua orang beriman adalah,
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang laghwu. (QS. Al-Mukminun:3)

Makna laghwu dijelaskan oleh sebagian para ulama tafsir,
هو الكلام الذي لا خير فيه ولا فائدة
adalah perkataan yang tidak ada baiknya dan tidak mengandung manfaat
Maka sikap orang mukmin saat mendengar saudaranya dighibahi :
- melarang orang yang melakukan ghibah
- memalingkan pembicaraan kepada topik lain
- membela kehormatan saudaranya
- bila ghibah tetap berlanjut, atau dia tidak mampu mencegahnya, dia segera pergi dari tempat tersebut.

Wallahua’lam bis showab.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan taufiq-Nya

Posting Komentar

0 Komentar