Cara Mengendalikan Emosi sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Cara Mengendalikan Emosi sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Marah merupakan salah satu ungkapan emosi yang terjadi secara alami. Rasulullah SAW mengajarkan cara untuk meredam emosi ketika marah. Ketahui caranya agar tak langsung tersulut emosi. Apabila tengah menghadapi cobaan, umat muslim sebaiknya mencontoh sikap Rasulullah yang selalu tenang dan sabar. Akan tetapi, sebagai manusia biasa, kita seringkali kesulitan dalam mengendalikan marah yang menggebu-gebu.

Rasulullah sebagai suri tauladan telah mengajarkan pada umatnya tentang bagaimana mengendalikan marah, menjaga kestabilan emosi, dan juga berserah diri kepada Allah SWT.
Dalil Tentang Bahaya Marah
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Imran ayat 134 terkait anjuran untuk menahan marah
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤
Artinya: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."
Dikutip dari Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya' 'Ulumuddin  diriwayatkan bahwa pada suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, "Ya Rasulullah, berilah aku nasihat untuk melakukan amal shaleh!" Beliau menjawab, "Jangan marah!" Tetapi laki-laki itu bertanya lagi dan beliau pun menjawab, "Jangan marah!"

Pada riwayat yang lain, suatu ketika, 'Abdullah bin 'Amr Ra bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apa yang bisa menyelamatkan aku dari kemurkaan Allah SWT?" Rasulullah SAW menjawab, "Kendalikan marahmu!"

Nabi SAW bersabda kepada para sahabatnya, "Menurut kalian, siapakah orang yang kuat di antaramu?" Beberapa orang sahabat menjawab, "Orang yang kuat adalah orang yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain." Tetapi Rasulullah SAW bersabda, "Bukan. Bukan seperti itu. Orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah."

Dalam hadits lainnya, Rasulullah bersabda, "Orang yang kuat bukanlah orang yang bertubuh kekar, tetapi orang yang bisa menguasai dirinya ketika marah."

Beliau pun menegaskan bahwa barangsiapa bisa menahan marahnya, maka Allah akan menutupi segala keaiban pada dirinya. Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatasi kemarahan ketika muncul pemicunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memberi petunjuk kepada orang yang sedang marah untuk melakukan sebab-sebab yang bisa meredakan kemarahan dan menahannya dengan izin Allah Ta’ala, di antaranya:

Berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan
Dari Sulaiman bin Shurad beliau berkata: “(Ketika) aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada dua orang laki-laki yang sedang (bertengkar dan) saling mencela, salah seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan mengembang urat lehernya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya maka niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya. Seandainya dia mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”, maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya”[HR Bukhari].

Diam (tidak berbicara), agar terhindar dari ucapan-ucapan buruk yang sering timbul ketika orang sedang marah.

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam”.(HR. Bukhari)

Duduk atau berbaring, agar kemarahan tertahan dalam dirinya dan akibat buruknya tidak sampai kepada orang lain. Dari Abu Dzar al-Gifari bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk, kalau kemarahannya belum hilang maka hendaknya dia berbaring”[HR Abu Dawud].

Di samping itu, yang paling utama dalam hal ini adalah usaha untuk menundukkan dan mengendalikan diri ketika sedang marah, yang ini akan menutup jalan-jalan setan yang ingin menjerumuskan manusia ke dalam jurang keburukan dan kebinasaan.

Allah Ta’ala berfirman,
{إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون}
“Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS al-Baqarah:169).
Suatu hari, Khalifah yang mulia, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz marah, maka putranya (yang bernama) ‘Abdul Malik berkata kepadanya: Engkau wahai Amirul mukminin, dengan karunia dan keutamaan yang Allah berikan kepadamu, engkau marah seperti ini? Maka ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata: Apakah kamu tidak pernah marah, wahai ‘Abdul Malik? Lalu ‘Abdul Malik menjawab: Tidak ada gunanya bagiku lapangnya perutku (dadaku) kalau tidak aku (gunakan untuk) menahan kemarahanku di dalamnya supaya tidak tampak (sehingga tidak mengakibatkan keburukan).

Marah yang Terpuji
Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah marah karena (urusan) diri pribadi beliau, kecuali jika dilanggar batasan syariat Allah, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan marah dengan pelanggaran tersebut karena Allah”[HR Bukhari].

Inilah marah yang terpuji dalam Islam, marah karena Allah Ta’ala, yaitu marah dan tidak ridha ketika perintah dan larangan Allah Ta’ala dilanggar oleh manusia.
Inilah akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang selalu ridha dengan apa yang Allah ridhai dalam al-Qur’an dan benci/marah dengan apa yang dicela oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an.
‘Aisyah berkata: “Sungguh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an”[HR Muslim].

Dalam riwayat lain ada tambahan: “…Beliau marah/benci terhadap apa yang dibenci dalam al-Qur’an dan ridha dengan apa yang dipuji dalam al-Qur’an”[ HR ath-Thabarani].

al-Hambali berkata: “Wajib bagi seorang mukmin untuk menjadikan keinginan nafsunya terbatas pada apa yang dihalalkan oleh Allah baginya, yang ini bisa termasuk niat baik yang akan mendapat ganjaran pahala (dari Allah Ta’ala). Dan wajib baginya untuk menjadikan kemarahannya dalam rangka menolak gangguan dalam agama (yang dirasakan) oleh dirinya atau orang lain, serta dalam rangka menghukum/mencela orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya , sebagaimana firman-Nya:
{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرُكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ}
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan kemarahan orang-orang yang beriman” (QS at-Taubah: 14-15)”.

Dengan memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita petunjuk dan taufik-Nya untuk memiliki sifat-sifat yang baik dan mulia dalam agama-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

Posting Komentar

0 Komentar